KODE ETIK JURNALISTIK
KODE ETIK JURNALISTIK
(Hasil Kongres XXII di Banda Aceh 27-29 Juli 2008. Draft awal adalah keputusan Konkernas PWI 4 – 10 Juli 2007 di Jayapura, Papua)
PEMBUKAAN
(Hasil Kongres XXII di Banda Aceh 27-29 Juli 2008. Draft awal adalah keputusan Konkernas PWI 4 – 10 Juli 2007 di Jayapura, Papua)
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya salah satu
perwujudan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kemerdekaan
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh
pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib
dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, seluruh wartawan Indonesia
menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung
jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan
Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya
harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu
pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh
seluruh wartawan terutama anggota PWI.
PENAFSIRAN
PEMBUKAAN
PENAFSIRAN
PEMBUKAAN
Kode Etik Jurnalistik ialah ikrar
yang bersumber pada hati nurani wartawan dalam melaksanakan kemerdekaan
mengeluarkan pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh Pasal 28 UUD 1945, yang
merupakan landasan konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas
jurnalistiknya.
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran
ialah hak paling mendasar yang dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib
dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua pihak. Sekalipun kemerdekaan
mengeluarkan pikiran merupakan hak wartawan yang dijamin konstitusi, mengingat
negara kesatuan Republik Indonesia ialah negara berdasarkan hukum, maka setiap
wartawan wajib menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan
haknya untuk mengeluarkan pikiran.
Wartawan bersama seluruh masyarakat,
wajib mewujudkan prinsip-prinsip kemerdekaan pers yang profesional dan
bermartabat.
Tugas dan tanggungjawab yang luhur itu hanya dapat dilaksanakan, apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada kode etik jurnalistik, dan masyarakat memberi kepercayaan penuh serta menghargai integritas profesi tersebut.
Tugas dan tanggungjawab yang luhur itu hanya dapat dilaksanakan, apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada kode etik jurnalistik, dan masyarakat memberi kepercayaan penuh serta menghargai integritas profesi tersebut.
Mengingat perjuangan wartawan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia,
maka selain bertanggungjawab kepada hati nuraninya, setiap wartawan wajib
bertangungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Masyarakat, Bangsa dan
Negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sesuai dengan
kode etik jurnalistik.
Sadar akan hak, kewajiban dan
tanggung jawabnya itu, dan untuk melestarikan kemerdekaan pers yang profesional
dan bermartabat serta kepercayaan masyarakat, maka dengan ikhlas dan penuh
kesadaran wartawan menetapkan kode etik jurnalistik yang wajib ditaati dan
diterapkan.
BAB I
KEPRIBADIAN DAN
INTEGRITAS
PENAFSIRAN
BAB I
KEPRIBADIAN DAN
INTEGRITAS
Wartawan harus memiliki kepribadian
dalam arti keutuhan dan keteguhan jati diri, serta integritas dalam arti jujur,
adil, arif dan terpercaya.
Kepribadian dan integritas wartawan
yang ditetapkan di dalam Bab I Kode Etik Jurnalistik mencerminkan tekad PWI
mengembangkan dan memantapkan sosok Wartawan sebagai profesional, penegak
kebenaran, nasionalis, konstitusional dan demokratis serta beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 1
Wartawan beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila taat
Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap independen serta
terpercaya dalam mengemban profesinya.
PENAFSIRAN
Pasal 1
Pasal 1
1. Semua perilaku,
ucapan dan karya jurnalistik wartawan harus senantiasa dilandasi, dijiwai,
digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, serta oleh nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada
Konstitusi Negara.
2. Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
• Berani membela kebenaran dan keadilan;
• Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
• Bersikap demokratis
• Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
• Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5. Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.
Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur :
• Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
• Terampil dalam menerapkannya;
• Tata cara pengujian yang obyektif;
• Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.
2. Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
• Berani membela kebenaran dan keadilan;
• Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
• Bersikap demokratis
• Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
• Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5. Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.
Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur :
• Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
• Terampil dalam menerapkannya;
• Tata cara pengujian yang obyektif;
• Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.
Pasal 2
Wartawan dengan penuh rasa tanggung
jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya
jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat
membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa,
menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang
dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi terhadap jenis
kelamin, orang cacat, sakit, miskin atau lemah.
PENAFSIRAN
Pasal 2
Pasal 2
Wartawan wajib mempertimbangkan
patut tidaknya menyiarkan tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar dengan
tolok ukur :
Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah memaparkan atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia militer, dan berita yang bersifat spekulatif.
Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras dan antargolongan.
Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah memaparkan atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia militer, dan berita yang bersifat spekulatif.
Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras dan antargolongan.
Pasal 3
Wartawan tidak beriktikad buruk,
tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan
gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong, bersifat
fitnah, cabul, sadis, dan sensasional.
PENAFSIRAN
Pasal 3
Pasal 3
1. Yang dimaksud tidak
beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan
semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
2. Yang dimaksud dengan menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi, membodohi atau melecehkan kemampuan berpikir khalayak.
3. Yang dimaksud dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan, sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang lengkap, jelas, pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan sikap serta langkah yang tepat.
4. Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
5. Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah.
6. Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan
2. Yang dimaksud dengan menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi, membodohi atau melecehkan kemampuan berpikir khalayak.
3. Yang dimaksud dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan, sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang lengkap, jelas, pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan sikap serta langkah yang tepat.
4. Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
5. Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah.
6. Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan
7. Yang dimaksud dengan sensasi
berlebihan, adalah memberikan gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa
menyesatkan.
Pasal 4
Wartawan tidak menyalahgunakan
profesinya dan tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan
karya jurnalistik (tulisan, gambar, suar, suara dan gambar), yang dapat
menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
PENAFSIRAN
Pasal 4
Pasal 4
1. Yang dimaksud
dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk materi, uang, atau fasilitas
kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita dalam bentuk
tulisan di media cetak, tayangan di layar televisi atau siaran di radio siaran.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2. Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2. Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.
BAB II
CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
Wartawan menyajikan berita secara
berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari kecepatan serta tidak
mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini,
disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya. Penyiaran karya
jurnalistik rekaulang dilengkapi dengan keterangan, data tentang
sumber rekayasa yang ditampilkan.
PENAFSIRAN
BAB II
CARA PEMBERITAAN
CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
1. Yang dimaksud
berita secara berimbang dan adil ialah menyajikan berita yang bersumber dari
berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang
masing-masing kasus secara proporsional.
2. Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan, penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan.
3. Tidak mencampuradukkan fakta dan opini, artinya seorang wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta.
2. Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan, penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan.
3. Tidak mencampuradukkan fakta dan opini, artinya seorang wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta.
Apabila suatu berita ditulis atau
disiarkan dengan opini, maka berita tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan
nama penulisnya.
Pasal 6
Wartawan menghormati dengan tidak
menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar)
kehidupan pribadi, kecuali menyangkut kepentingan umum.
PENAFSIRAN
Pasal 6
Pasal 6
Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan
atau merugikan harkat-martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila
seseorang. Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
Pasal 7
Wartawan selalu menguji informasi,
menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta
menghormati asas praduga tak bersalah.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.
PENAFSIRAN
Pasal 7
Pasal 7
Seseorang tidak boleh disebut atau
dikesankan bersalah melakukan sesuatu tindak pidana atau pelanggaran hukum
lainnya sebelum ada putusan tetap pengadilan.
Prinsip adil, artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau sesuatu pihak, tetapi secara faktual memberikan porsi yang sama dalam pemberitaan baik bagi polisi, jaksa, tersangka atau tertuduh, dan penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik yang meringankan maupun yang memberatkan.
Jujur, mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi, tidak diputarbalikkan.
Berimbang, tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak yang berkepentingan.
Prinsip adil, artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau sesuatu pihak, tetapi secara faktual memberikan porsi yang sama dalam pemberitaan baik bagi polisi, jaksa, tersangka atau tertuduh, dan penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik yang meringankan maupun yang memberatkan.
Jujur, mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi, tidak diputarbalikkan.
Berimbang, tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak yang berkepentingan.
Pasal 8
Wartawan tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak
yang menjadi pelaku kejahatan.
PENAFSIRAN
Pasal 8
Pasal 8
Tidak menyebut nama dan identitas
korban, artinya pemberitaan tidak memberikan petunjuk tentang siapa korban
perbutan susila tersebut baik wajah, tempat kerja, anggota keluarga dan atau
tempat tinggal, namun boleh hanya menyebut jenis kelamin dan umur korban.
Kaidah-kaidah ini juga berlaku dalam kasus pelaku kejahatan di bawah umur (di
bawah 16 tahun).
BAB III
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
Wartawan menempuh cara yang
profesional, sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik
(tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan
identitasnya kepada sumber berita, kecuali dalam peliputan yang bersifat
investigative.
PENAFSIRAN
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
1. Sopan, artinya wartawan berpenampilan
rapi dan bertutur kata yang baik. Juga, tidak menggiring, memaksa secara kasar,
menyudutkan, a priori, dan sebagainya, terhadap sumber berita.
2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.
3 Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga sumber berita memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan khas (features), dan berita pendalaman (in-depth reporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepada sumber berita.
2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.
3 Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga sumber berita memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan khas (features), dan berita pendalaman (in-depth reporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepada sumber berita.
Pasal 10
Wartawan dengan kesadaran sendiri
secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang tidak akurat dengan
disertai permintaan maaf, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional
kepada sumber atau obyek berita.
PENAFSIRAN
Pasal 10
Pasal 10
Hak jawab diberikan pada kesempatan
pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberitakan.
Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.
Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.
Pasal 11
Wartawan harus menyebut sumber berita
dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita serta meneliti
kebenaran bahan berita .
PENAFSIRAN
Pasal 11
Pasal 11
1. Sumber berita
merupakan penjamin kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu, wartawan
perlu memastikan kebenaran berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat
(atau otentik) atau memastikan kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber
terkait.
Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan profesional.
2. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksian langsung.
Ketokohan/Keterkenalan
Pengalaman.
Kedudukan/jabatan terkait.
Keahlian.
Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan profesional.
2. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksian langsung.
Ketokohan/Keterkenalan
Pengalaman.
Kedudukan/jabatan terkait.
Keahlian.
Pasal 12
Wartawan tidak melakukan tindakan
plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
PENAFSIRAN
Pasal 12
Mengutip berita, tulisan atau gambar
hasil karya pihak lain tanpa menyebut sumbernya merupakan tindakan plagiat,
tercela dan dilarang.
Pasal 13
Wartawan dalam menjalankan
profesinya memiliki hak tolak untuk melindungi identitas dan keberadaan
narasumber yag tidak ingin diketahui. Segala tanggung jawab akibat
penerapan hak tolak ada pada wartawan yang bersangkutan.
PENAFSIRAN
Pasal 13
PENAFSIRAN
Pasal 13
1. Nama atau
identitas sumber berita perlu disebut, kecuali atas permintaan sumber berita
itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya sepanjang menyangkut fakta
lapangan (empiris) dan data.
2. Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya.
3. Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya hanya disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan kata-kata “menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini, wartawan bersangkutan bertanggungjawab penuh atas pemuatan atau penyiaran berita tersebut.
2. Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya.
3. Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya hanya disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan kata-kata “menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini, wartawan bersangkutan bertanggungjawab penuh atas pemuatan atau penyiaran berita tersebut.
Pasal 14
Wartawan menghormati ketentuan
embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber
berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan
“off the record”.
PENAFSIRAN
Pasal 14
PENAFSIRAN
Pasal 14
1. Embargo, yaitu
permintaan menunda penyiaran suatu berita sampai batas waktu yang ditetapkan
oleh sumber berita, wajib dihormati.
2. Bahan latar
belakang adalah informasi yang tidak dapat disiarkan langsung dengan
menyebutkan identitas sumber berita, tetapi dapat digunakan sebagai bahan untuk
dikembangkan dengan penyelidikan lebih jauh oleh wartawan bersangkutan, atau
dijadikan dasar bagi suatu karangan atau ulasan yang merupakan tanggung jawab
wartawan bersangkutan sendiri.
3. Keterangan “off
the record” atau keterangan bentuk lain yang mengandung arti sama diberikan
atas perjanjian antara sumber berita dan wartawan bersangkutan dan tidak
disiarkan.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan harus dengan
sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI)
dalam melaksanakan profesinya.
PENAFSIRAN
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh
wartawan, dari dan untuk wartawan sebagai acuan moral dalam menjalankan tugas
kewartawanannya dan berikrar untuk menaatinya.
Pasal 16
Wartawan menyadari sepenuhnya bahwa
penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani
masing-masing.
PENAFSIRAN
Pasal 16
Pasal 16
Penaatan dan pengamalan kode etik
jurnalistik bersumber dari hati nurani masing-masing wartawan.
Pasal 17
Wartawan mengakui bahwa pengawasan
dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah
sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan
dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak satu pihakpun diluar PWI yang
dapat mengambil tindakan terhadap wartawan dan atau medianya berdasar
pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.
PENAFSIRAN
Pasal 17
PENAFSIRAN
Pasal 17
1. Kode Etik
Jurnalistik ini merupakan pencerminan adanya kesadaran profesional. Hanya PWI
yang berhak mengawasi pelaksanaannya dan atau menyatakan
adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh wartawan serta
menjatuhkan sanksi atas wartawan bersangkutan.
2. Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
2. Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
Dalam hal pihak luar menyatakan
keberatan terhadap penulisan atau penyiaran suatu berita, yang bersangkutan
dapat mengajukan keberatan kepada PWI melalui Dewan Kehormatan PWI. Setiap
pengaduan akan ditangani oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan prosedur yang
diatur dalam pasal-pasal 22, 23, 24, 25, 26 dan 27 Peraturan Rumah Tangga
PWI.
Peraturan Dasar/Peraturan Rumah
Tangga dan Kode Etik Jurnalistik PWI sesuai dengan hasil Kongres XXII PWI di
Banda Aceh 27-29 Juli 2008.